Wednesday, November 26, 2008

Cermin untuk Perbaikan Diri

Tidak ada seorang pun yang harus bertanggung jawab atas kehidupan kita. Karena apa yang kita lakukan, akibatnya harus kita tanggung sendiri. Ini adalah hukum sebab akibat, hukum kehidupan yang harus dihadapi oleh setiap orang.

Setiap pemikiran yang muncul dalam otak kita adalah milik kita. jadi apapun keputusan yang diambil untuk menghadapi perjalanan hidup ini adalah hasil pemikiran kita sendiri. Hal ini berarti kita bertanggung jawab terhadap akibat dari setiap keputusan tersebut. Namun karena perasaan yang dangkal, tidak terbuka terhadap kesalahan dan kelemahan diri sendiri, acapkali orang lain menjadi kambing hitam atas keputusan itu.

Menyalahkan Orang Lain
Kebiasaan menyalahkan orang lain bisa disamakan dengan kebiasaan orang FARISI. Mereka selalu merasa benar dan tidak ingin disalahkan. Mereka menganggap orang lain lebih rendah dari mereka dan kebenaran harus selalu datang dari mereka. Apabila kebenaran datang dari orang lain, mereka akan mengeluarkan manuver politik bahwa itu bukanlah kebenaran. Itu adalah bidaah, kebenaran palsu, kebohongan yang menyesatkan dan perbuatan setan. Sebab-sebab itulah yang nyata-nyata telah membuat Yesus tersalib di atas bukit Golgota.

Kebanyakan orang tidak mau mengakui kesalahan ataupun kelemahannya karena merasa malu. Takut dipandang hina, rendah dan dicap jelek oleh orang-orang di sekitarnya. Karena perasaan malu, tanpa sadar mereka telah mengambil jalan untuk membohongi diri sendiri dengan mengatakan kelemahan orang lain. Mereka tidak ingin disalahkan, tidak ingin dipandang rendah, serta tidak rela bila orang lain tahu kekurangan mereka. Karena sebab ini pula mereka harus jatuh dalam lubang luka-luka batin yang menyesakkan.

Mereka tidak tahu bahwa Tuhan sedang membuka jalan lewat penglihatan itu. Penglihatan akan kesalahan, atau kelemahan pada diri adalah cara Tuhan membuka hati kita untuk kembali menggali kebenaran hati nurani. Semua itu dibuka agar kita menyadari bahwa itu salah dan itu benar, sehingga dengan pertimbangan itu kita mampu melangkah tanpa ada takut atau khawatir. Rasa malu karena kesalahan dan kelemahan bukanlah barang berharga, bukan pula sesuatu yang harus disimpan.

Rasa malu untuk mengakui kesalahan dan kelemahan adalah racun bagi diri kita sendiri, karena suatu saat mungkin kita akan menderita dan mati karenanya.

Menyalahkan orang lain hanyalah tanda kelemahan bahwa kita tidak mampu menyadari diri kitalah yang salah. Hal itu juga pertanda penolakan seseorang atas kesadaran dari Tuhan untuk mengembangkan dan menggali kebenaran diri sendiri. Mereka lebih memilih kesadaran egois mereka yang merugikan daripada kesadaran yang datang dari Tuhan, dengan menyalahkan orang lain.

Perilaku ini harus ditanggung oleh orang yang melakukannya dan tidak orang lain yang mampu mempertobatkannya selain pertobatan dari dalam diri sendiri. dan jalan pertobatan itu hanya dapat dibayar dengan meminta maaf dan tidak mengulangi kesalahan yang sama di kemudian hari.

Cermin dari Orang Lain

Ada begitu banyak kejahatan, penyimpangan nilai-nilai dan norma, serta fakta-fakta yang diputar balikkan kebenarannya. Lalu dari semua peristiwa tersebut, para pelakunya harus menanggung akibat dari perbuatan mereka. Ada yang dihukum, dipenjara, dihukum gantung, ataupun dihukum mati oleh massa yang berang dengan perbuatan mereka.

Ada juga yang masih enak-enakan tidur diatas kasur empuk sambil berpikir untuk mendulang lebih banyak keinginannya dengan jalan diatas. Namun orang seperti itu di dalam hatinya tidak pernah ada kedamaian dan ketenangan. Karena apa yang mereka dapatkan berasal dari jalan yang tidak benar, dari jalan haram.

Semua yang terjadi di sekitar kita tidak terjadi secara kebetulan, tapi sudah ada yang mengatur. Tuhan tahu kelemahan dan kekurangan kita, lalu Ia memilih orang lain sebagai sarana untuk menyadarkan. Artinya apapun yang terjadi pada orang lain di sekitar kita adalah cermin bagi perilaku kita sendiri. Namun kesadaran kita seringkali tidak menangkap apa yang dimaksudkan Tuhan.

Kita lebih sering menganggap hal tersebut bukan urusan kita, tidak ada yang perlu dipusingkan ataupun dipelajari. Padahal pelajaran kebenaran atas hidup, pengetahuan tentang jalan Tuhan hanya bisa kita dapatkan lewat pengalaman sendiri dan juga lewat perbuatan orang lain.

Keburukan dan keteledoran perilaku orang lain haruslah menjadi pelajaran dan cermin bagi perilaku kita sendiri. Hindari menghakimi orang lain dengan mengatakan keburukan dan kejelekannya. Coba pikirkan; adakah gunanya bagimu?
Lebih baik diam dan perhatikan dengan seksama, pasti ada sesuatu maksud yang ingin Tuhan tunjukkan lewat perilaku orang lain itu.

Mungkin perilaku kita mulai menjurus ke arah yang kurang baik, sehingga kita diingatkan bahwa perilaku tersebut sebaiknya dihindari dan tidak dilakukan. Begitu juga hal-hal yang terjadi di seluruh dunia, apa yang tidak baik dan akibatnya merugikan banyak orang, adalah bukan jalan mendekatkan diri kepada Tuhan.

Semua pikiran, perasaan dan perilaku orang lain adalah cermin bagi pikiran, perasaan dan perilaku kita sendiri. Setiap orang adalah guru bagi kemajuan diri kita sendiri, karena dari mereka, kita belajar tentang hidup, tentang baik dan buruk, tentang yang benar dan yang salah, tentang mengikuti suara hati dan menghindari rasa malu yang merugikan. Sehingga tidak ada alasan bagi kita untuk memandang tinggi atau rendah orang lain, melainkan semua adalah guru bagi perkembangan mental, jiwa dan kesadaran kita menuju muara keabadian, rumah Tuhan.

0 comments: